Ketika GayamSari Rawajaya Butuh Banjir
Mungkin Menjadi terkesan Aneh, ketika kemudian orang mendengar kalimat GayamSari Butuh Banjir.
Bukankah selama 35 tahun lebih, daerah diujung selatan Rawajaya itu juga sudah kebanjiran ?.
Ya.. Tetapi banjir yang terjadi adalah akibat kekeliruan tata kelola saluran air yang dibuat era tahun 90an. Alih alih menjadi saluran pembuangan, malah mendatangkan air untuk masuk dan menggenangi rumah penduduk hingga puluhan tahun lamanya.
Sehingga sejak saat itu, dari sekitar 60 KK yang menetap di wilayah 2 RT di GayamSari terpaksa harus bedol desa, hingga hanya tersisa 13 KK saja.
Lalu, mengapa kali ini GayamSari Butuh Banjir ?
"Kami rela kebanjiran beberapa tahun, yang penting banjir lumpur agar wilayah tempat kami tinggal, bisa lebih tinggi dan sejajar dengan wilayah lainnya". kata beberapa warga saat diskusi kala itu.
Ya, Banjir yang membawa dampak lumpur.
Dan Banjir lumpur hanya bisa terjadi jika ada aliran air yang masuk dari Sungai Cimeneng.
![]() |
Salah satu sudut GayamSari Rawajaya |
Riwayat Banjir Sungai Cimeneng
Belajar dari riwayat terbentuknya Desa Rawajaya, memang tidak terlepas dari timbunan lumpur kali Cimeneng selama beberapa tahun.
Begitupun dengan Desa lainnya di sepanjang aliran Sungai Cimeneng seperti Bantarsari, Panikel hingga Kampung laut. Bahkan ada istilah Tanah Timbul, yang semula adalah muara dari Sungai Cimeneng yang kemudian terjadi pendangkalan akibat lumpur aliran sungai tersebut.
Jadi, jika kali ini GayamSari butuh Banjir, adalah upaya menghadirkan Lumpur dari Kali Cimeneng agar daerah tersebut tidak selalu menjadi rawa-rawa akibat genangan air seperti yang terjadi selama puluhan tahun belakangan ini.
Bagaimana Caranya?
Dengan membuat aliran air dari Sungai Cimeneng menuju Dusun Gayamsari, sepanjang kurang lebih 1.5 km, bisa menjadi solusinya.
Minimalisir Dampak Lain
Agar dampak lumpur yang dialirkan tidak mengganggu daerah lahan Produktif di sepanjang alirannya, maka dibuatkan tanggul yang ketinggiannya cukup.
Sekaligus, dibuatkannya Pintu Pengatur Arus masuknya air dari Sungai Cimeneng ke GayamSari, agar debit air yang masuk bisa selalu terkontrol.
Antisipasi lainnya adalah, membuat saluran khusus untuk menjaga agar Aliran Apur (Irigasi) yang sudah ada tidak terdampak lumpur dan tersumbat, yakni di buatkan Saluran yang aman, misal dengan saluran bawah tanah (Unthuluwuk - istilah setempat, pen) atau Jembatan Air yang tidak mengganggu fungsi Irigasi tersebut.
Selain itu, sebagai antisipasi meluapnya air ke wilayah lain disekitarnya, selain dibuatkan Pintu air di hilir, bisa juga menambah ketinggian badan jalan sepanjang Jalan Bandayudha II.
Dengan begitu, kekhawatiran sebagian orang terkait luapan banjir yang bisa mengganggu lahan produktif di Wilayah Rawasari, bisa teranulir dengan baik.
Untuk diketahui, Dusun Rawasari adalah wilayah yang bersebelahan langsung dengan Dusun Gayamsari dalam satu wilayah Desa Rawajaya, kec Bantarsari Cilacap.
Wacana Desa Wisata
Beberapa tahun lalu, tepatnya sejak tahun 2011 hingga ditindaklanjuti pada 2017, saya dan teman-teman pernah menggagas Wilayah GayamSari ini menjadi Wahana Wisata Desa.
Tapi meskipun demikian, saya pribadi sebagai pengusul konsep Wisata Desa di Rawajaya dengan Tagline #PlesirGayamSari tersebut, masih terus mengikuti setiap perkembangannya dan membuat terobosan-terobosan agar wacana tersebut tetap bisa terealisasi.
Salah satunya dengan selalu intens berdiskusi dengan tokoh-tokoh dan masyarakat setempat, maupun pihak-pihak yang terkait.
Dan saya pribadi yakin, Segala Potensi yang ada di GayamSari akan terus kami upayakan untuk dapat diberdayakan, tentu saja saya akan selalu bersama teman-teman yang memiliki satu Visi, satu Pandangan dan satu Pemikiran, untuk terwujudnya gagasan tersebut demi kemanfaatan bagi Masyarakat banyak.
#Itu_KataSaya